Minggu, 27 November 2011

HUBUNGAN METABOLISME DENGAN RANCANGAN OBAT


HUBUNGAN METABOLISME DENGAN RANCANGAN OBAT

A.  HUBUNGAN PRA OBAT, METABOLISME DAN AKTIVITAS OBAT
Banyak contoh obat yang setelah mengalami proses metabolisme di tubuh menghasilkan metabolit aktif. Senyawa induk obat tersebut disebut pra-obat, yang pada in vitro tidak menimbulkan aktivitas biologis. Pra-obat bersifat labil, di dalam tubuh (in vivo) mengalami perubahan, melalui proses kimia atau enzimatik, menjadi senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor menghasilkan respons farmakologis.
Penemuan bahwa efek obat kadang-kadang ditimbulkan oleh metabolitnya, mempunyai peran penting dalam penggunaan metabolit itu sendiri sebagai obat, oleh karena :
a.    Metabolit kemungkinan menimbulkan toksisitas atau efek samping lebih rendah dibanding pra-obat.
b.    Secara umum metabolit mengurangi variasi respons klinik dalam populasi yang disebabkan perbedaan kemampuan metabolisme oleh individu-individu atau oleh adanya penyakit tertentu.
Senyawa yang pertama kali digunakan di klinik sebagai prekursor adalah arsfenamin, untuk pengobatan sifilis. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa bentuk metabolitnya yaitu oksofenarsin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap mikroorganisme. Oksofenarsin kemudian digunakan sebagai pengganti arsfenamin karena selain lebih aktif, toksisitasnya juga lebih rendah.
Kloralhidrat, senyawa hipnotik, pada manusia dimetabolisme menjadi senyawa aktif trikloroetanol, bentuk glukuronida dan asam trikloroasetat. Sekarang digunakan trikloroetanol atau garamnya asam trikloroetanol fosfat (triklofos) sebagai pengganti kloralhidrat, karena kloralhidrat mempunyai rasa tidak enak dan menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna.
Penemuan zat warna azo prontosil merupakan awal dari pengobatan infeksi dengan turunan sulfonamida. Pada in vitro prontosil tidak aktif terhadap mikroorganisme tetapi pada in vivo aktif. Penemuan bahwa prontosil adalah pra-obat dan bentuk yang mendapatkan turunan sulfonamida yang lebih unggul, dengan cara modifikasi molekul sulfanilamid. Sampai sekarang telah tersedia berbagai macam turunan sulfonamida yang digunakan sebagai obat antiinfeksi, seperti sulfadiadzin, sulfametoksazol, dan sulfaguanidin.
Obat antimalaria pamakuin dan paludrin adalah pra-obat, keduanya diubah oleh enzim tubuh menjadi bentuk metabolit yang aktif terhadap parasit malaria. Pamakuin mengalami dealkilasi dan dioksidasi menjadi bentuk kuinon, yang secara in vivo 16 kali lebih aktif dibanding senyawa induknya.
Paludrin (klorguanil = proguanil) dimetabolisis membentuk cincin tertutup yang aktif yaitu turunan dihidrotriazin (sikloguanil). Ada hubungan struktur yang jelas antara metabolit aktif sikloguanil dan obat antimalaria pirimetamin, dan keduanya mempunyai mekanisme kerja serupa paludrin. Sikloguanil kemudian digunakan sebagai antimalaria, dalam bentuk garam embonat atau pamoat, dan diberikan secara injeksi intramuscular dosis tunggal dalam bentuk suspense dalam minyak. Pemberian garam tersebut memberikan perlindungan terhadap infeksi malaria selama beberapa bulan, karena senyawa mempunyai kelarutan dalam lemak yang tinggi dan dilepaskan secara perlahan-lahan dari depo, kemudian termetabolisis melepaskan obat aktif.







Metsuksimid, obat antiepilepsi, aktivitasnya berhubungan dengan kadar metabolit dalam plasma. Obat mengalami demetilasi dalam tubuh menjadi metabolit aktif fensuksimid, yang mempunyai aktivitas 700 kali lebih besar dibanding senyawa induknya.
Dengan cara yang sama metilfenobarbital diubah menjadi metabolit aktif fenobarbital, sementara primidon dioksidasi menjadi fenobarbital.
Asetosal adalah pra-obat dari asam salisilat, yang menimbullkan efek iritasi terhadap mukosa saluran cerna lebih kecil dibanding asam salisilat.
Fenilbutazon (butazolidin) pada in vivo diubah menjadi dua bentuk hidroksilasi, yaitu pada cincin benzen, menghasilkan oksifenbutazon, dan pada atom C rantai samping. Obat ini digunakan terutama sebagai antiradang, dan bentuk yang aktif adalah oksifenbutazon. Fenilbutazon juga digunakan sebagai urikosurik untuk pengobatan penyakit pirai, dan yang aktif adalah bentuk hidroksilasi pada atom C rantai samping. Pengamatan bahwa substitusi pada rantai samping fenilbutazon dapat meningkatkan efek urikosurik, mempunyai peranan penting pada penemuan obat baru yang lain, seperti sulfinpirazon.
                                                                                    R1                                           R2
                                                                                    H                                             CH2CH3
                                                                                    OH                                          CH2-CH3
                                                                                    H                                            
                                                                                                                H                                            

Fenasetin, obat anelgesik dan antipiretik, terutama dimetabolisis dalam tubuh menjadi metabolit aktif, N-asetil-p-aminofenol (asetaminofen) dan dalam jumlah kecil metabolit glukuronida dari 2-hidroksifenasetin yang tidak aktif.
Sekarang fenasetin digunakan oleh asetaminofen karena bersifat nefrotoksik dan menimbulkan efek samping methemoglobin yang lebih besar dibanding asetaminofen.
















 






Meskipun demikian pada dosis berlebih, asetaminofen dapat menimbulkan kerusakan hati karena pada jalur biotransformasi normal akan membentuk metabolit reaktif N-asetilimidokuinon yang dapat mengikat jaringan hati secara irreversibel. Pada dosis normal metabolit reaktif akan terkonjugasi dengan glutation.
B.  RANCANGAN PRA OBAT UNTUK MENGEMBANGKAN SIFAT FISIKA DAN SIFAT BIOLOGIS OBAT
Sifat fisika dan biologis obat yang tidak diinginkan, seperti baud an rasa yang tidak enak, efek iritasi pada saluran cerna, dan absorbs dalam usus yang rendah, kemungkinann dapat diperbaiki atau dihilangkan melalui modifikasi kimia molekul senyawa induk, dengan cara membentuk pra-obat yang tidak aktif. Setelah diabsorbsi, pra-obat mengalami hidrolisis atau reduksi di hati oleh enzim-enzim tubuh menghasilkan obat aktif.
Proses di atas dapat dijelaskan secara skematik sebagai berikut :
Enzim-enzim yang terlibat dalam aktivasi pra-obat antara lain adalah α-kimotripsin, tripsin, elastase, karboksilesterase, dan lipase. Enzim-enzim tersebut mampu menghidrolisis ester atau ikatan peptida pra-obat, menghasilkan senyawa aktif.
Zimogen merupakan prekursor dari enzim-enzim α-kimotripsin, tripsin, dan elastase. Zimogen dihasilkan oleh pankreas dan bersifat tidak aktif. Setelah memasuki duodenum zimogen diubah oleh enzim preoteolik menjadi enzim-enzim aktif, yang dapat memecah protein dan polipeptida melalui proses hidrolisis ikatan peptida. Ikatan peptida dari sisi karboksil dari triptofan, tirosin, dan fenilalanin lebih cepat dihidrolisis oleh α-kimotripsin dibanding ikatan peptida yang berdekatan dengan residu hidrofob, seperti pada leusin dan metionin, atau pada ikatan peptida lain yang ada dalam struktur peptida. Ester dan turunan amida dari triptofan, tirosin, dan fenilalanin juga merupakan substrat yang baik dari enzim α-kimotripsin. Contohnya yaitu pada p-nitrofenilasetat, substrat tidak khas yang mempunyai gugus penarik electron kuat, dengan mudah dihidrolisis oleh α-kimotripsin.
Tripsin secara cepat menghidrolisis ikatan-ikatan peptida turunan ester dan amida dari L-asam amino dasar, seperti arginin dan lisin, sedang enzim elastase menunjukkan kekhasan yang tinggi terhadap turunan asam amino yang tidak bermuatan dan asam amino rantai samping non-aromatik, seperti glisin, alanin, valin, leusin, dan serin.
Enzim karboksilesterase, teruatama yang terdapat di hati, ginjal, duodenum, dan otak, dengan cepat menghidrolisis ester-ester, dan dengan kecepatan yang lebih rendah pada beberapa amida-amida. Karboksilesterase lebih efisien untuk menghidrolisis ester-ester tidak khas dibanding α-kimotripsin, dengan kecepatan 104 - 105 lebih besar.
Enzim lipase pancreas yang terdapat saluran cerna dapat menghidrolisis ester-ester yang tidak larut sempurna dalam air.
Telah banyak pengetahuan tentang proses metabolism yang terjadi dalam tubuh. Obat sebagai subyek akan diubah menjadi produk biologis yang aktif. Dalam hal tertenntu, pengetahuan ini merangsang ahli kimia medicinal untuk melakukan manipulasi kimia yang lebih baik agar menghasilkan obat yang secara terapetik aktif dan mempunyai penampilan yang lebih baik dibanding senyawa induk.
Manipulasi kimia mungkin dirancang untuk memperpendek atau meningkatkan masa kerja senyawa induk, dengan cara modifikasi senyawa induk dan meramalkan hal-hal yang mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Modifikasi ini dapat mempengaruhi lama obat dalam plasma dan menjaga agar kadar obat tetap berada di atas nilai ambang yang bertanggung jawab pada efek farmakologis.
Pendekatan yang lebih rasional pada pengembangan obat-obat ini hanya untuk obat-obat yang telah ada atau pada tipe-tipe dasar obat dengan aktivitas yang telah diketahui. Hal ini berarti untuk mendapatkan aktivitas biologis yang diinginkan, senyawa induk sebagai jalur pengembangan produk terapetik, menjadi lebih dapat diterima dan lebih meyakinkan dibanding sebelumnya.
Pengembangan pra-obat digunakan untuk meingkatkan absorbsi obat dalam saluran cerna, menghilangkan sifat fisik, seperti bau dan rasa yang tidak menyenangkan, untuk pengaturan obat pada tempat yang spesifik dalam tubuh, untuk meningkatkan kelarutan obat, untuk memperpendek masa kerja obat, untuk memperpanjang masa kerja obat, dan untuk meningkatkan kestabilan obat.
1.    Enzim-enzim yang terlibat dalam aktivasi pra-obat
2.    Modifikasi untuk meningkatkan penyerapan obat
Pada pemberian secara oral, banyak turunan penisilin yang tidak diabsorbsi secara baik pada saluran cerna. Oleh karena itu, digunakan ester-ester lipofilnya untuk meningkatkan absorbs obat. Ester-ester alifatik sederhana dan ester pra-obat dari penisisilin diabsorbsi lebih baik pada saluran cerna, di tubuh ester akan terhidrolisis melepaskan penisilin. Ampisilin, antibiotic turunan penisilin dengan spektrum luas, mempunyai sifat lipofil yang rendah, pada pemberian secara oral hanya 30-40% yang diabsorbsi oleh saluran cerna. Bentuk pra-obat ester ampisilin seperti pivampisilin, bakampisilin, dan talampisilin lebih mudah diabsorbsi oleh saluran cerna dibanding ampisilin. Dalam cairan tubuh, pra-obat di atas segera terhidrolisis oleh enzim esterase melepaskan ampisilin.




Pivampisilin adalah pra-obat yang lebih disukai karena sebelum diabsorbsi hanya sedikit yang terhidrolisis dalam usus. Pivampisilin merupakan ester pivaloiloksimetil, emngandung gugus asiloksimetil, yang segera terhidrolisis oleh enzim membentuk ester hidroksimetil. Ester ini adalah hemiasetal dari formaldehid, di tubuh ester secara spontan terpecah melepaskan ampisilin dan formaldehid. Bakampisilin dengan cara serupa akan dipecah menjadi ampisilin dan asetaldehid, sedang talampisilin menjadi ampisilin dan 2-karboksibenzaldehid.
Bentuk ester sederhana penisilin, missal ester metil, lebih stabil secara in vivo kemungkinan karena membentuk enzim-asil yang stabil, oleh adanya pengaruh halangan ruang dari inti penisilin, dengan melepaskan fragmen alkohol.
Ester asiloksimetil juga membentuk enzim-asil dengan pengaruh halangan ruang yang lebih rendah sehingga mudah mengalami deasilasi. Obat yang mempunyai kepolaran tinggi tidak dapat melewati sawar darah otak. Penetrasi yang baik dari antagonis gas saraf pralidoksim ke system saraf pusat dapat dicapai dengan menggunakan bentuk pra-obat turunan dihidropiridin, suatu garam piridinium, yang bersifat lebih non-polar. Bentuk ini dapat melewati sawar darah otak, mencapai tempat spesifik di otak dan dengan cepat dioksidasi menjadi bentuk aktifnya.
Asiklovir adalah senyawa yang digunakan untuk pemgobatan infeksi herpes simpleks dan herpes zoster. Secara oral absorpsi dalam saluran cerna relatif rendah, yaitu lebih kurang 20% pada dosis 200 mg dan sedikit meningkat pada dosis di atas 800 mg. Pra-obat asiklovir adalah           6-deoksiasiklovir, digunakan sebagai pencegahan infeksi herpes pada penderita hematologis malignan. Secara oral 6-deoksiasiklovir diabsorpsi lebih baik dan memberikan kadar plasma lebih tinggi dibanding asiklovir. Pada in vivo senyawa diubah menjadi asiklovir aktif oleh enzim xantin oksidase.
Efek antihipertensi dari asam enalaprilat, suatu penghambat enzim pengubah angiotensin (Angiotensin-Converting Enzyme = ACE), telah dikembangkan lebih lanjut dengan mengubahnya menjadi bentuk ester etil, enalapril, yang secara oral diabsorpsi lebih baik. Pra-obat enalapril pada in vivo dipecah oleh enzim menjadi asam enalaprilat aktif.
Adrenalin digunakan untuk pengobatan glaucoma karena dapat mengurangi tekanan intraocular. Pra-obat yang lebih lipofil, dipivefrin, mempunyai efek terapetik lebih baik dibanding adrenalin. Dipivefrin 100 kali lebih aktif dibanding adrenalin karena transpor ke kornea lebih efisien, diikuti oleh pemecahan ester pada jaringan kornea, melepaskan adrenalin dalam cairan aqueous humour. Dipivefrin dengan dosis yang lebih rendah (0,1%) dibanding adrenalin (1,0%), sudah memberikan efek yang diinginkan, dan dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh adrenalin, seperti efek terhadap jantung.
Pilokarpin adalah obat mata yang mempunyai efek miotik, dengan masa kerja pendek. Garam kuartener heksadekanoilmetilpilokarpin mempunyai rantai samping yang bersifat lipofil. Pada kadar sepersepuluh dari pilokarpin, dapat memberikan efek miotik dengan masa kerja yang lebih panjang dibanding pilokarpin. Aktivitas tersebut ditunjukkan oleh pilokarpin, sebagai hasil pemecahan hidrolitik garam kuartener diikuti dengan pelepasan formaldehid.
3.    Modifikasi untuk menghilangkan sifat fisik obat yang tidak diinginkan
Formaldehid adalah gas tak berwarna yang mudah terbakar, berbau tidak menyenangkan dan dapat mengiritasi mukosa membran. Larutan formaldehid digunakan sebagai disinfektan dan antiseptik. Formaldehid tidak digunakan secara langsung melalui oral karena menimbulkan efek samping dan toksisitas cukup besar. Metanamin, pra-obat yang dibuat dengan mereaksikan formaldehid dan amonia, dapat menghilangkan sifat fisik yang tidak diinginkan di atas, dan sangat berguna untuk antiseptik saluran seni. Pada pH urin yang bersifat asam, metanamin melepaskan secara perlahan-lahan formaldehid aktif dan amonia di tubulus ginjal.
Antibiotik kloramfenikol, sekarang jarang digunakan secara oral, kecuali untuk pengobatan demam tipoid dan infeksi Salmonella, karena menimbulkan efek toksik agranulositosis cukup besar. Kloramfenikol mempunyai rasa yang sangat pahit sehingga kurang sesuai diberikan pada anak-anak. Kloramfenikol sekarang digunakan pada sediaan farmasi dalam bentuk tidak aktifnya, yaitu ester palmitat atau sinamat yang tidak berasa. Obat aktif akan dilepaskan aktifnya dari bentuk esternya melalui proses hidrolisis oleh enzim esterase yang ada di usus halus.
Rasa pahit antibiotik klindamisin dapat ditutupi dalam bentuk pra-obat ester palmitat, sedang eritromisin dalam bentuk pra-obat ester hemisuksinat.
4.    Modifikasi untuk pengaturan obat pada tempat yang khas di tubuh
Modifikasi obat menjadi pra-obat mempunyai peran penting untuk meningkatkan efikasi obat, karena ada perbedaan distribusi pra-obat dalam jaringan tubuh sebelum melepaskan bentuk aktifnya. Modifkasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu membuat senyawa menjadi lebih hidrofilik, pembentukan ester, pembentukan kompleks dengan ADN, dan mengembangkan lokalisasi selektif obat di dalam sel target. Penggabungan gugus-gugus hidrofilik kuat pada sulfonamida, dapat mencegah absorpsi obat pada saluran cerna sehingga pra-obat tetap tinggal di saluran usus dan efektif untuk pengobatan infeksi usus. Contohnya sulfaguanidin, suksinilsulfatiazol, dan ptalilsulfatiazol.
Contoh serupa adalah merancang glikosida tertentu dari obat antiradang kortison, dengan tujuan agar pra-obat dapat melepaskan senyawa induk aktif dalam usus besar.
Glikosida obat bersifat meruah dan pada umumnya lebih bersifat hidrofil dibanding senyawa induknya, sehingga dapat menurunkan absorpsi obat dalam saluran cerna. Di usus besar, pra-obat dihidrolisis oleh enzim glikosidase bakteri, melepaskan senyawa induk aktif. Pengembangan lokalisasi selektif obat telah dicapai pada obat-obat antikanker yang mampu menekan pertumbuhan jaringan neoplastik dengan menggunakan pra-obat non-toksik, yang dapat melepaskan obat aktif dalam sel kanker. Cara lain adalah meningkatkan aktivitas enzim dalam sel, seperti meningkatkan aktivitas enzim reduktase pada sel-sel hipoksik yang kekurangan oksigen.
Pra-obat siklofosfamid digunakan untuk pengobatan jenis kanker tertentu dan sebagai kekebalan sesudah transplantasi organ. Pra-obat tersebut tidak mempunyai sifat mengalkilasi karena adanya sifat penarik elektron dari gugus fosfono yang berdekatan akan menurunkan sifat nukleofil atom nitrogen dari β-kloretilamin sehingga mencegah pembentukan ion pengalkilasi etilenium reaktif. Pra-obat dimetabolisis mmelalui proses hidroksilasi di hati menjadi senyawa pengalkilasi aktif dan normustin.
Akrolein yang dihasilkan pada waktu cincin siklofisfamid terbuka dapat menyebabkan kerusakan kandung kemih. Kesulitan ini dapat diatasi siklofosfamid diberikan bersama-sama dengan alkil sulfide (sodium α-merkaptoetansulfonat; Mesna), karena akrolein yang terbentuk akan mengalami adisi pada atom C-β menghasilkan produk yang tidak toksik. Cara lain adalah menggunakan bentuk modifikasi siklofosfamid yang tidak membentuk akrolein pada waktu cincin terbuka. Pembentukan pra-obat dan bentuk modifikasi siklofosfamid di atas dijelaskan pada mekanisme berikut :
5.    Modifikasi untuk meningkatkan kelarutan obat
6.    Modifikasi untuk meningkatkan masa kerja obat
7.    Modifikasi untuk kestabilan obat
C.  RANCANGAN YANG LEBIH EFISIEN BERDASARKAN METABOLISME OBAT
Telah banyak pengetahuan tentang proses metabolism yang terjadi dalam tubuh. Obat sebagai subyek diubah menjadi produk biologis yang tidak aktif. Dalam hal tertentu, pengetahuan ini merangsang ahli kimia medicinal untuk melakukan manipulasi kimia yang lebih baik agar menghasilkan obat yang secara terapetik aktif dan mempunyai tampilan yang lebih baik dibanding senyawa induknya. Manipulasi kimia mungkin dirancang untuk memperpendek atau meningkatkan masa kerja senyawa induk, dengan cara memodifikasi senyawa induk dan meramalkan hal-hal yang mempengaruhi kecepatan metabolismenya. Modifikasi ini dapat mempengaruhi lama obat dalam plasma dan menjaga agar kadar obat tetap berada di atas nilai ambang yang bertanggung jawab pada efek farmakologis. Pendekatan yang lebih rasional pada rancangan obat ini hanya digunakan untuk obat-obat yang telah ada atau pada tipe dasar obat dengan aktivitas yang diketahui. Hal ini berarti untuk mendapatkan aktivitas biologis yang diinginkan, senyawa induk sebagai jalur pengembangan produk terapetik menjadi lebih dapat diterima dan lebih meyakinkan dibanding sebelumnya.
1.    Modifikasi untuk memperpendek masa kerja obat
Pemasukan ke molekul obat gugus-gugus yang mudah diserang (gugus vulnerable) oleh proses metabolisme dalam tubuh, akan memberikan masa kerja yang lebih singkat dibanding senyawa induk. Diperkirakan hasil modifikasi tersebut tidak mengubah aktivitas, penyerapan, dan distribusi senyawa induk. Sangat sedikit contoh-contoh yang diketahui bahwa lebih diinginkan turunan dengan efek terapetik yang lebih singkat dibanding senyawa induk, kecuali untuk obat-obat yang digunakan untuk operasi pembedahan. Untuk pengobatan kronik pada umumnya lebih disukai obat-obat dengan masa kerja yang panjang.
Obat relaksasi otot sering digunakan sebagai penunjang anestesi pada operasi pembedahan, agar diperoleh efek relaksasi otot yang lebih besar. Bila diperlukan anestesi dengan masa kerja singkat, suatu bahan dipolarisasi dengan masa kerja yang panjang seperti dekametonium, menyebabkan rasa nyeri yang tidak menyenangkan, setelah pasien sadar. Dalam keadaan ini lebih baik digunakan relaksan otot yang mempunyai masa kerja singkat, seperti suksametonium klorida. Suksametonium mengandung dua gugus ester vulnerable diantara dua atom N-kationik, sehingga senyawa mudah dimetabolisis.
                     
Hidrolisis suksametonium klorida oleh enzim esterase plasma akan menghasilkan senyawa inert, asam suksinat dan kolin, sehingga masa kerja obat menjadi lebih singkat.
2.    Modifikasi untuk memperpanjang masa kerja obat
Suatu senyawa induk mungkin diubah menjadi obat dengan masa kerja yang lebih panjang melalui beberapa cara. Gugus-gugus pada senyawa induk yang mudah dimetabolisis (gugus vulnerable) akan memberikan masa kerja yang lebih panjang bila:
a.       Dilindungi dari serangan metabolik, yaitu dengan menempatkan gugus tertutup lain di dekatnya sehingga efek halangan ruang menjadi lebih besar
b.      Diganti dengan gugus-gugus yang lebih sulit dimetabolisis

a.       Meningkatkan efek halangan ruang pada gugus vulnerable
Gugus-gugus vulnerable pada senyawa induk obat dapat diberikan efek halangan ruang terhadap proses metabolic, dengan cara memasukkan gugus alkil di sekitarnya. Keberhasilan metode ini terlihat pada kenaikan waktu paro biologis dari seri alcohol.
3.    Modifikasi untuk meningkatkan kekhasan tempat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar